BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu yang menjadi prinsip dari paradigma Good Governance sebagai langkah untuk menciptakan tata kepemerintahan yang baik adalah akuntabilitas. Akuntabilitas publik adalah suatu ukuran atau standar yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijakan publik dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi yang bersangkutan. Karena pada dasarnya, setiap pengambilan kebijakan publik akan memiliki dampak yang menguntungkan atau merugikan, maupun langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, penyusun kebijakan publik harus dapat mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambilnya kepada publik.
Akuntabilitas publik sebagai salah satu prinsip dari paradigma Good Governance juga diselenggarakan oleh pemerintah daerah sejalan dengan diterapkannya otonomi daerah di Indonesia melalui Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan adanya akuntabilitas publik, maka penyelenggaraan pemerintah daerah juga harus dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh pihak baik pemerintah pusat maupun kepada masyarakat.
Dalam menjalankan prinsip akuntabilitas, para penyelenggara pemerintahan menerapkan secara tiga garis besar prinsip akuntabilitas, yakni akuntabilitas dalam hubungannya dengan masyarakat publik (outwards accountability), akuntabilitas kepada para aparatur bawahan dalam instansi penyelenggara pemerintahan itu sendiri (inwards accountability) serta kepada atasan yang disebut (upwards accountability).
Prinsip upwards accountability juga menjadi salah satu bagian yang diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di era otonomi sekarang. Di dalam upwards accountability penyelenggara pemerintahan daerah harus mempertanggungjawabkan mekanisme penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada tiga pihak yang membutuhkan adanya akuntabilitas publik tersebut. Ketiga pihak tersebut adalah government (pemerintah pusat), parlemen dalam hal ini kepada pihak DPRD dan terakhir adalah kepada masyarakat.
Pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat tercantum dalam dua laporan penting yakni LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) dan LPPD (Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah). LAKIP adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Instruksi Presiden No 7 Tahun 1999. Sedangkan untuk pengelolaan keuangan daerah, saat ini pemerintah daerah lebih mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007 sebagai pedoman pengelolaan keuangan daerah. Kedua laporan ini haruslah disampaikan kepada pemerintah pusat sebagai bagian dari pertanggungjawaban kinerja kegiatan dan kinerja keuangan pemerintah daerah.
Sebenarnya saat ini telah dikeluarkan sebuah kebijakan baru yang menggabungkan kedua laporan ini dalam upaya peningkatan akuntabilitas publik, adapun kebijakan itu adalah terbitnya Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Kinerja Kegiatan dan Kinerja Keuangan Instansi Pemerintah. Hanya saja memang, penerapan kebijakan ini belum maksimal karena masih terpatron dengan sisten pelaporan yang lama yakni LAKIP dan LKPD.
Satu hal yang patut masih kita sayangkan adalah, bahwa pelaksanaan sistem laporan akuntabilitas pemerintah masihlah selalu dibarengi dengan berbagai permasalahan. LAKIP contohnya, masih banyak pemeritah daerah yang belum mampu menyampaikan laporan ini tepat pada waktunya kepada pemerintah pusat. Ini masih terkait dengan pelaporan kinerja. Belum lagi tentang Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, adalah fenomena yang amat sulit untuk dibuat akuntabilitas pelaporannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mulai dari permasalahan penyusunan LKPD sampai penyampaiannya kepada pemerintah pusat,, menjadi salah satu problematika dalam urusan meningkatkan keakuntabilitasan di pemerintah daerah.
Apalagi bila harus menggabungkan kedua sistem ini dalam satu laporan sesuai dengan PP No 8 Tahun 2006 yang telah disebutkan tadi. Tapi apapun itu, setiap langkah kebijakan dalam upaya peningkatan akuntabilitas khususnya di pemerintah daerah haruslah tetap didukung agar spirit otonomi daerah tidak tercoreng dengan meningkatnya penyimpangan-penyimpangan dalam masalah kinerja kegiatan dan kinerja keuangan.
2.1 Permasalahan
Di era pelaksanaan otonomi sekarang, pelaksanaan prinsip akuntabilitas publik belumlah sepenuhnya dijalankan dengan baik, khususnya yang menyangkut tentang masalah pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Masih banyak hal yang perlu diperhatikan sehingga penyampaian laporan pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang dinilai sebagai salah satu langkah untuk menerapkan akuntabilitas di pemerintahan daerah mampu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan paper ini adalah bagaimanakah sebenarnya mekanisme pelaporan pengelolaan keuangan pemerintah daerah sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan kebijakan yang telah ditetapkan? Dan masalah apa yang menjadi kendala penyusunan laporan keuangan tersebut serta langkah apa yang mampu diimplementasikan dalam mengatasi masalah yang dihadapi sehingga dengan demikian mampu untuk dipertanggungjawabkan secara baik kepada publik?
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Selain itu, akuntabilitas publik juga didefenisikan sebagai salah satu jenis akuntabilitas (pertanggungjawaban) dalam pemerintahan disamping akuntabilitas administrative, akuntabilitas hukum dan akuntabilitas politis. Akuntabilitas publik adalah jenis pertangungjawaban yang dilakukan secara terbuka. Akuntabilitas membuat “holding individuals and organizations responsible for performance measured as objectively as possible” (Paul, 1991:2)
Salah satu jenis akuntabilitas publik adalah upwards accountability (Corbett, 1984). Dalam upwards accountability suatu instansi pemerintah menciptakan akuntabilitas melalui penyampaian berbagai laporan yang memuat kierja kegiatan, kinerja keuangan dan informasi pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun pihak yang terdapat dalam upwards accountability ini adalah pemerintah yang menyampaikan laporan akuntabilitas melalui LAKIP dan LPPD, parlemen lewat LKPJ dan kepada masyarakat lewat ILPPD.
Penyampaian LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) diatur menurut Inpres No 7 Tahun 1999. LAKIP menyangkut tentang sistem manajemen kinerja mulai dari perencanaan kinerja hingga pelaporan kinerja. LPPD atau LKPD sendiri memuat mengenai pengelolaan anggaran pembangunan baik yang bersumber dari APBD dan APBN. Sedangkan LKPJ menyangkut pengelolaan dana APBD yang dipertanggungjawabkan kepada DPRD setiap pemerintah daerah dan ILPPD adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat yang dilakukan lewat kerjasama pemerintah daerah dan media massa. LKPD sebagaimana yang telah disampaikan merupakan salah satu laporan yang harus disampaikan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat yang menuangkan segala pengelolaan keuangan di pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah ini dilakukan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59/2007 sebagai pedoman pengelolaan keuangan daerah.
LKPD dibuat sebagai wujud akuntabilitas di pemerintahan daerah berkaitan dengan diberlakukannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam laporan ini disampaikan segala kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat yang menggunakan alokasi dana yang bersumber dari APBD.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mekanisme Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Sebagai salah satu manifestasi prinsip akuntabilitas publik di era otonomi daerah sekarang, maka setiap pemerintah daerah wajib untuk menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pembangunan maupun penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan di daerah masing-masing. Baik itu yang menyangkut laporan yang berisikan kinerja instansi pemerintah daerah yang diatur melalui kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun yang menyangkut laporan pengelolaan keuangan daerah sebagai bagian pertanggungjawaban pemerintah daerah.
Salah satu laporan yang harus disampaikan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat terkait pengelolaan keuangan daerah adalah laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada instansi pemerintah yang menangani masalah keuangan langsung maupun kepada lembaga-lembaga yang memiliki fungsi auditing keuangan pemerintah, baik auditing keuangan pemerintah pusat maupun auditing keuangan pemerintah daerah seperti contohnya BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Pelaksanaan akuntabilitas didaerah yang terkait dengan masalah keuangan pemerintah daerah didasarkan atas berbagai kebijakan yang antara lain meliputi Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional, PP No 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah. Selain berbagai kebijakan diatas, penerapan akuntabilitas di daerah yang juga memperhatikan berbagai kebijakan akuntabilitas yang lebih spesifik yang memiliki cakupan khusus, yakni dalam masalah hal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah maka, pemerintah daerah harus bekerja berdasarkan PP No 105 tahun 2000, yang menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan.
Maka dalam penyampaian laporan pertangungjawaban keuangan daerah kepada pemerintah pusat, pelaksanaan prinsip akuntabilitas mengenai kinerja keuangan itu dicantumkan dalam satu laporan yang disebut sebagai Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Meskipun telah dikeluarkan kebijakan baru yakni PP No 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Kinerja Keuangan dan Kinerja Kegiatan, LKPD masih tetap dapat menjadi salah satu manifestasi pelaksanaan akuntabilitas pemerintah daerah.
LKPD merupakan laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan setiap pemerintah daerah. Dalam laporan keuangan pemerintah daerah itu akan diketahui seberapa besar tingkat penyerapan anggaran yang dilakukan oleh suatu pemerintah daerah dalam periode satu tahun. Besarnya tingkat penyerapan anggaran yang mampu diperoleh oleh setiap pemerintah daerah tentunya akan mempengaruhi limpahan alokasi dana dari pemerintah pusat baik itu dalam hal perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah maupun dalam bantuan yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang akan diterima pada tahun berikutnya. Semua sumber alokasi dana itu tentunya diwujudkan dalam APBD setiap daerah. Oleh karena itu laporan pengelolaan keuangan daerah menjadi salah satu acuan bagaimana suatu pemerintah daerah mampu melakukan proses pembangunan dengan mekanisme manajemen kinerja yang baik atau tidak, serta patut dilaporkan sebagai bagian prinsip akuntabilitas publik.
Pelaporan yang disampaikan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat melalui LKPD yang telah disampaikan diatas pada dasarnya masih memfokuskan pada pelaporan financial yang menunjukkan seberapa besar pemerintah daerah menggunakan dana dalam melakukan proses pembangunan di daerahnya. Hal pelaporan keuangan ini penting sebagai langkah pengawasan dan control dari pemerintah sebagai wujud peningkatan akuntabilitas pemerintah daerah.
3.2 Permasalahan yang Dihadapi Dalam Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Seiring dengan pemberian otonomi luas kepada seluruh pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangannya untuk mengatur dan mengurusi rumah tangga pemerintahannya, maka LKPD dari setiap pemerintah daerah dapat juga dipakai untuk melihat besarnya penyerapan anggaran sebagai wujud realisasi perencanaan pembangunan yang dilakukan setiap pemerintah daerah.
Hanya saja sampai saat ini yang terjadi, masih banyak LKPD yang dianggap tidak sesuai dengan pertangungjawaban terhadap pengelolaan keuangan di daerah. Fungsi auditing yang menjadi tugas dari Badan Pengawas Keuangan seringkali menemui bahwa laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah bersifat disclaimer, bahkan LKPD yang dibuat setiap pemerintah daerah pun belumlah menunjukkan berjalannya prinsip transparansi dan akuntabilitas yang digadang-gadang sebagai jalan pelaksanaan pemerintahan yang bersih.
Semua pihak tentunya terkait dalam masalah pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan memiliki akuntabilitas. Baik itu dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota. Semuanya terlibat bila LKPD masih dianggap belumlah menunjukkan nilai akuntabel yang diharapkan.
Betapa memprihatinkannya apabila limpahan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mempercepat proses pembangunan dan pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat, bukan langsung digunakan sebagai sumber alokasi dana pengimplementasian kebijakan pembangunan didaerah, melainkan disimpan dahulu di bank-bank sehingga mendapatkan suku bunga yang amat besar, yang tentunya menguntungkan pihak pengelola dana tadi. Realita yang terjadi proses pembangunan untuk kepentingan publik terhambat, akan tetapi disatu sisi pemerintah daerah melalui oknum-oknum tertentu mendapatkan keuntungan dari penyimpanan dana yang berasal dari pemerintah pusat itu.
Suatu gambaran yang ironis bagaimana spirit otonomi daerah yang menjadi suatu euphoria tersendiri saat awal orde reformasi dimulai ternyata telah tercoreng hanya karena ketidakjelasan dari suatu laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Padahal pemerintah telah menerbitkan kebijakan sebagai pedoman yang menjadi acuan pelaksanaan pengelolaan keuangan didaerah.
Bila permasalahan seperti ini terus terjadi, tentu proses pembangunan yang seharusnya makin cepat dirasakan masyarakat lewat proses desentralisasi menjadi sesuatu yang teramat lambat untuk diwujudkan hanya karena alokasi dana yang dibuat untuk pembiayaan rencana pembangunan, terhenti di bank-bank untuk mendapatkan tingkat bunga yang amat tinggi, dan membesarnya SBI yang ada di pemerintah daerah itu, belum tentu dicantumkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah yang disampaikan kepada pemerintah pusat, maupun kepada BPK selaku pelaksana fungsi auditing, bila hal ini terus terjadi maka, pembangunan di negara ini tentunya akan mengalami keterlambatan, dan proses perwujudan akuntabilitas dan transparansi sebagai langkah menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme hanya akan menjadi angan-angan semata.
3.3 Langkah-Langkah Untuk Mengatasi Permasalahan LKPD
Untuk mewujudkan LKPD yang memang akuntabel baik dari segi pelaporan dan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah itu sendiri, tentunya memerlukan kerjasama dari berbagai pihak terkait. Mulai dari pihak perencana, pihak yang menjadi implementator kebijakan, pihak yang bertindak sebagai controller serta pihak yang menyusun laporan dan yang mengevaluasi.
Setiap pihak memiliki peran dan fungsi masing-masing. Pemerintah pusat dalam hal ini tentunya harus lebih peka untuk menanggapi ketidakjelasan laporan keuangan pemerintah daerah yang terjadi selama ini, sehingga pemerintah daerah mampu melakukan kinerja yang baik melalui pengelolaan keuangan daerah yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah juga tentunya harus menyusun dan menyerahkan laporan keuangan pemerintah daerah itu, yang benar-benar akuntabel. Bukan hanya sebatas laporan untuk melengkapi akuntabilitas administratif, tapi memang harus menunjukkan nilai akuntabilitas publik sesungguhnya. LKPD yang dibuat juga tentunya akan menjadi bahan evaluasi bagi pelaksana fungsi auditing yakni BPK untuk dapat mengevaluasi dan menilai keakuntabilitasan LKPD yang disampaikan oleh setiap pemerintah daerah di Indonesia.
Selain hal umum yang diatas, yang perlu juga diperhatikan dalam masalah pelaporan keuangan pemerintah daerah ini adalah pentingnya sumber daya manusia aparatur pemerintahan yang berkualitas, baik itu dalam hal pengelolaan keuangan daerah, maupun dalam hal pelaporan keuangan daerah itu sendiri.
Pengelolaan keuangan daerah yang sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 59 tahun 2007 harus membutuhkan aparatur yang professional dan berkompeten dalam pelaksanaannya. Pengelolaan keuangan daerah juga harus dilaksanakan sesuai dengan penerapan standar akuntansi pemerintah yang berlaku, sehingga akan didapat laporan keuangan pemerintah yang benar-benar akuntabel dan berakuntabilitas.
Memang bagi masyarakat, mereka tidak terlalu mengetahui seberapa baik pengelolaan dan pelaporan keuangan daerah itu, akan tetapi sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini, mereka akan melihat betapa pemerintahan yang belum bersih itu akan masih berkeliaran dan tetap hidup melalui pengimplementasian pembangunan dan tingkat penyelenggaraan pelayanan publik kepada mereka. Jika hal itu tetap berlanjut, maka tingkat kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah mampu menjalankan dan menahkodai perwujudan paradigma Good Governance melalui akuntabilitas publik, akan semakin turun dan semua cita-cita dan pencapaian tujuan negara kita, hanya akan sebatas impian belaka.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sebagai salah satu laporan pertanggungjawaban untuk mewujudkan akuntabilitas publik, LKPD dari setiap pemerintah daerah haruslah dilaporkan secara baik dan transparan. Pengelolaan keuangan daerah juga harus dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. LKPD yang menunjukkan tingkat laporan financial pengelolaan keuangan daerah juga dapat dijadikan menjadi acuan untuk mengukur tingkat pembangunan dan pelaksanaan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat.
Dengan LKPD ini juga maka fungsi pengawasan keuangan sekaligus fungsi auditing yang dilakukan oleh lembaga terkait dalam hal ini BPK akan dapat dilaksanakan dan dilakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah dalam mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan daerah yang digunakan untuk membiayai proses pembangunan yang berlangsung di daerah.
4.2 Saran
Dalam penyampaian LKPD kepada pemerintah pusat, apapun hasil evaluasi dari pemerintah pusat dan Badan Pengawas Keuangan terhadap pengelolaan keuangan daerah dari setiap pemerintah daerah, haruslah menjadi sebuah bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk dapat mampu memberikan laporan keuangan pemerintah daerah yang baik dan memiliki akuntabilitas di tahun-tahun berikutnya.
Memang penilaian terhadap laporan keuangan belumlah cukup menilai kinerja pemerintah daerah, masih diperlukan akuntabilitas kinerja lagi untuk mampu menilai kinerja pemerintah daerah dalam melakukan manajemen kinerja sebagai langkah perwujudan kepemerintahan yang baik. Meski demikian, pelaporan keuangan daerah tetap harus mampu mencerminkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
Mens Titanium Necklace & Necklace
ReplyDeleteThe Mens Titanium titanium granite countertops Necklace Necklace & Necklace by Tiarana G. is 출장마사지 a popular titanium chainmail necklace with high quality quality details and quality womens titanium wedding bands assurance. This exquisite set is made titanium sponge